Trenggalek, Jurnalpos.id – SMAN 1 Durenan kembali menjadi sorotan setelah sejumlah wali murid mengeluhkan buruknya komunikasi antara pihak sekolah dan orang tua siswa, khususnya terkait informasi biaya kegiatan dan kesepakatan pembayaran.
Meskipun pihak sekolah telah menyediakan grup komunikasi melalui WhatsApp, keluhan terus muncul dari orang tua yang merasa kurang mendapat kejelasan.
Salah satu wali murid, RH, menyatakan ketidakpuasan terhadap transparansi informasi dari pihak sekolah yang dinilainya minim.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Masalah ini bermula dari kegiatan Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila (P5) yang tidak disosialisasikan dengan baik kepada wali murid.
“Pada awal kegiatan P5 (Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila), pihak sekolah tidak memberikan informasi apapun kepada orang tua. Saya sempat bingung saat anak saya pulang telat tidak seperti biasanya,” ujarnya, Jumat (26/9/2025).
RH juga menyayangkan tidak adanya informasi awal mengenai pungutan lain seperti pembayaran Lembar Kerja Siswa (LKS) juga kerap tidak disampaikan lebih dahulu.
“Yang jelas, saya hanya ingin pihak sekolah memberikan informasi terlebih dahulu kepada wali siswa sebelum menyetujui besaran pembayaran apapun yang dibebankan ke siswa,” tegasnya.
Puncak kekesalan orang tua siswa terjadi saat mencuatnya wacana pembayaran yearbook sebesar Rp300.000 per siswa untuk kelas XII tanpa menginformasikan ke orang tua.
RH mengaku berusaha mencari kejelasan dengan mendatangi sekolah atas arahan wali kelas, namun menemui situasi yang mengecewakan.
“Saya diarahkan ke sekolah oleh wali kelas, Sundari, untuk mendapatkan penjelasan. Tapi ironisnya, beliau justru tidak hadir menemuinya,”ungkapnya.
Dalam pertemuan tersebut, pihak sekolah menyampaikan bahwa pengadaan yearbook sepenuhnya merupakan inisiatif siswa dan tidak dikelola oleh sekolah.
Namun, RH mempertanyakan hal tersebut, mengingat proyek ini menggunakan vendor luar dengan biaya yang dianggap tinggi.
“Hal itu bagi saya aneh. Kegiatan tersebut menggunakan vendor dari luar sekolah dengan nilai fantastis sebesar Rp300.000 per siswa. Ini menurut saya memberatkan,”tambah RH.
Menanggapi polemik yang berkembang, LSM Generasi Masyarakat Adil dan Sejahtera (GMAS) yang diwakili oleh ketuanya, Langgeng, turut menyuarakan keprihatinannya.
GMAS yang juga mendampingi wali murid dalam menyampaikan aspirasi menyebut pihak sekolah terkesan abai terhadap permintaan sederhana dari orang tua.
“Sebenarnya permintaan wali siswa tidak berat, hanya minta pemberitahuan langsung dari pihak sekolah bila ada pembayaran apapun yang dibebankan kepada siswa,” ujar Langgeng.
Terkait nominal Rp300.000 untuk yearbook yang dipersoalkan, pihak sekolah disebut berdalih bahwa belum ada kesepakatan final dengan vendor.
”Persoalan yearbook ini seharusnya menjadi bahan evaluasi pihak sekolah. Disaat siswa bersinggungan dengan pembiayaan, sudah seharusnya pihak sekolah memberikan informasi kepada wali siswa. Ini menjadi penting agar orang tua siswa… (bersama-sama) [ikut mengawasi],” tutupnya.(*).